Categories Konsultasi

Kurban untuk Orang Tercinta yang Sudah Meninggal, Bolehkah?

Oleh: Ustadz Ali Husein Al-Aydrus*

 

Berkurban adalah salah satu syiar agama yang sangat penting dalam Islam. Hukumnya adalah sunnah muakkadah (sunnah yang sangat dianjurkan). Nabi Muhammad SAW melakukannya, memerintahkannya, dan menganjurkannya kepada para sahabatnya.

Dari Anas RA, ia berkata:

«ضَحَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآله وَسَلَّمَ بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ أَقْرَنَيْنِ، ذَبَحَهُمَا بِيَدِهِ، وَسَمَّى وَكَبَّرَ، وَوَضَعَ رِجْلَهُ عَلَى صِفَاحِهِمَا»

“Nabi SAW berkurban dengan dua ekor domba putih bertanduk, beliau menyembelih keduanya dengan tangannya sendiri, menyebut nama Allah dan bertakbir, serta meletakkan kaki beliau di atas sisi tubuh domba-domba tersebut.” (Muttafaqun ‘Alaih)

Dari Ummul Mukminin Aisyah RA, Nabi SAW bersabda:

(مَا عَمِلَ ابْنُ آدَمَ يَوْمَ النَّحْرِ عَمَلًا أَحَبَّ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ مِنْ هِرَاقَةِ دَمٍ، وَإِنَّهُ لَيَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِقُرُونِهَا، وَأَظْلَافِهَا، وَأَشْعَارِهَا، وَإِنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ بِمَكَانٍ قَبْلَ أَنْ يَقَعَ عَلَى الْأَرْضِ، فَطِيبُوا بِهَا نَفْسًا)

Artinya : “Tidak ada amalan anak Adam pada hari Nahr (Idul Adha) yang lebih dicintai Allah selain dari menumpahkan darah (hewan kurban). Sesungguhnya ia akan datang pada hari kiamat dengan tanduknya, bulunya, dan kukunya. Sesungguhnya darah itu telah diterima Allah sebelum jatuh ke tanah. Maka bersenang hatilah kalian dengan ibadah kurban itu.” (HR. Ibn Majah, at-Tirmidzi, dan al-Baihaqi)

Hukum Berkurban untuk Orang yang Sudah Meninggal

Berkurban untuk orang yang sudah meninggal diperbolehkan menurut mayoritas ulama karena ia merupakan bentuk sedekah. Sedekah untuk orang yang sudah meninggal diperbolehkan tanpa perselisihan, karena mereka sangat memerlukan pahala dan ganjaran.

Dari Hanasy, ia berkata: “Aku melihat Ali berkurban dengan dua ekor domba. Aku bertanya kepadanya, ‘Untuk apa ini?’ Ali menjawab: ‘Rasulullah SAW memerintahkan aku untuk berkurban atas namanya, maka aku berkurban atas namanya.’” (HR. Abu Dawud, at-Tirmidzi, dan al-Baihaqi)

Imam Ibn Mulaq al-Hanafi dalam “Syarh Mishbah al-Sunnah 2/266 (cet idarah tsaqafah al-islamiyah)” menyatakan bahwa (hadist) ini menunjukkan diperbolehkannya berkurban untuk orang yang sudah meninggal.

Jabir bin Abdullah RA meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW diberi dua ekor domba yang besar dan bertanduk. Beliau menyembelih salah satunya dan berkata:

بِسْمِ اللَّهِ، وَاللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُمَّ عَنْ مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ

“Bismillah, Allahu Akbar. Ya Allah, ini dari Muhammad dan keluarganya.”

Kemudian beliau menyembelih yang lain sembari membaca: “Bismillah, Allahu Akbar. Ya Allah, ini dari Muhammad dan umatnya yang menyaksikan keesaan-Mu dan menyaksikan bahwa aku telah menyampaikan risalah-Mu.” (HR. Abu Ya’la, Ibn Majah, Abu Dawud, al-Baihaqi, ath-Thabarani, dan al-Hakim)

Pandangan Para Ulama

Mayoritas ulama dari berbagai mazhab seperti Hanafi dan Hanbali, serta beberapa ulama Syafi’i, menganggap berkurban untuk orang yang sudah meninggal adalah dianjurkan dan bisa lebih baik dari pada sedekah.

Imam al-Haskafi al-Hanafi dalam “ad-Durr al-Mukhtar 6/326 (darul fikri) menyatakan:

(وإن مات أحد السبعة) المشتركين في البدنة (وقال الورثة: اذبحوا عنه وعنكم، صح) عن الكل استحسانًا؛ لقصد القربة من الكلِّ] اهـ.

Kutipan ini membahas skenario di mana salah satu dari tujuh orang tersebut meninggal dunia sebelum kurban disembelih. Dalam hal ini, jika para ahli waris orang yang meninggal tersebut berkata: “Sembelihlah kurban untuknya (si mati) dan untuk kalian (orang yang masih hidup),” maka kurban tersebut dianggap sah untuk semuanya.

Hal ini dianggap sebagai tindakan yang baik (istihsan), karena niat semua pihak adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dengan demikian, meskipun salah satu peserta kurban telah meninggal, niat mendekatkan diri kepada Allah yang ada dalam hati para peserta yang lain dan ahli waris si mati membuat kurban tersebut sah dan diterima untuk semua peserta, termasuk yang telah meninggal.

Imam an-Nawawi al-Syafi’i dalam “al-Majmu” 8/406 (cetakan darul fikri) beliau mengatakan:

(وأما) التضحية عن الميت، فقد أطلق أبو الحسن العبادي جوازها؛ لأنها ضرب من الصدقة، والصدقة تصح عن الميت، وتنفعه، وتصل إليه بالإجماع] اهـ.

an-Nawawi menjelaskan dalam konteks berkurban, mengenai hukum berkurban untuk orang yang telah meninggal. Menurut beliau, Abu al-Hasan al-Abadi, seorang ulama dari mazhab Syafi’i, menjelaskan bahwa berkurban untuk orang yang telah meninggal diperbolehkan secara mutlak (dapat wasiat dari mayat ataupun tidak).

Alasan utama yang diberikan beliau adalah bahwa kurban termasuk dalam kategori sedekah, dan sedekah untuk orang yang telah meninggal adalah sah, bermanfaat, dan sampai kepada mereka menurut kesepakatan ulama (ijma’).

Beberapa ulama Maliki juga memperbolehkan berkurban untuk orang yang sudah meninggal, meskipun ada sebagian yang memakruhkan karena takut akan riya atau pamer.

Kesimpulan

Pendapat yang dipegang dalam tulisan ini adalah bahwa berkurban untuk orang yang sudah meninggal dibolehkan dengan syarat harganya tidak berasal dari harta peninggalan, kecuali ada wasiat atau nadzar yang harus dipenuhi dalam batas sepertiga harta. Kurban ini bisa berasal dari dana pribadi orang yang ingin berkurban atas nama orang yang sudah meninggal sebagai bentuk kebaikan dan kesetiaan.

 

*) Pengasuh rubrik konsultasi ini adalah Ketua Lembaga Bahtsul Masail (LBM) Nahdlatul Ulama Kabupaten Banjar sekaligus Anggota Bidang Fatwa Majelis Ulama Indonesia Kabupaten Banjar.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *