Nenek itu terus menjerit-jerit di dalam kamar mandi. Ia panik terkunci dari dalam. Kunci kamar mandi hotel mewah di Madinah rupanya terlalu canggih buat dirinya yang datang dari salah satu kampung kecil di pojok Indonesia. Bisa jadi ini kali pertama dia keluar dari Indonesia, atau bahkan baru kali ini keluar dari kabupaten tempat kelahirannya. Profil nenek terkunci ini mewakili sebagian jemaah haji Indonesia yang kini mengepung kota Madinah untuk berziarah ke makam Rasulullah SAW.
Kawan-kawannya sesama jemaah haji yang tinggal di lantai V Hotel Mawaddah Al-Safwa itu tentu saja ikut panik. Mereka khawatir sang nenek panik lalu pingsan. Apalagi sang nenek tidak membawa handphone ke kamar mandi untuk mempermudah komunikasi. Untuk itu mereka memanggil petugas hotel. Awalnya satu petugas datang, lalu dua petugas datang lagi, tapi semuanya gagal membuka pintu kamar mandi itu. Sementara dari kamar mandi, sang nenek tak berhenti menggedor-gedor pintu sambil berteriak-teriak dengan bahasa daerahnya.
Hampir satu jam berkutat mengutak-atik pintu, para petugas akhirnya menyerah. Sementara teriakan sang nenek nyaris tak terdengar lagi. Ini menambah kalut para jemaah haji yang berkerumun di lokasi kejadian. Kekhawatiran mereka sang nenek mati lemas hampir mendekati bibir kenyataan jika saja mereka tak mendengar suara nyaring menghentak mereka.
‘’Minggir, minggir … !’’
Rupanya itu suara Iptu Amidrudin, Kepala Urusan Personalia Bagian Sumberdaya Manusia Polres Metro Bekasi Kota, Indonesia. Lho, apa urusan polisi Bekasi menangani kasus nenek terkunci di negeri Arab?
Rupanya Amiruddin adalah bagian dari Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) 2019, yang diserahi tugas melindungi jemaah dari berbagai marabahaya. Unit ini disebut Linjam – perlindungan jemaah. Kementerian Agama, sebagai penyelenggara haji nasional, merekrut para petugas Linjam ini dari unsur kepolisian Republik Indonesia serta ketiga angkatan Tentara Nasional Indonesia (TNI). Tugas mereka adalah memberi perlindungan kepada semua jemaah haji Indonesia, mulai dari mengantar jemaah tersasar ke hotel masing-masing, mengayomi jemaah kecopetan, merangkul jemaah korban hipnotis lalu dirampok, sampai menolong jemaah terkunci di kamar mandi seperti yang sedang kita bahas.
‘’Ada apa ini?’’ tanya Amiruddin tegas kepada kerumunan massa.
‘’Nenek-nenek mandi Pak,’’ jawab seseorang.
‘’Iya, tahu, emang kenapa kalau nenek-nenek mandi?’’
‘’Sekarang terkunci Pak. Mungkin gak ngerti buka kunci kamar mandi.’’
Sebagai polisi, Amiruddin dilatih berpikir cepat dalam kondisi mendesak. Pelan-pelan, polisi yang ditugaskan di Sektor II Daker Madinah ini mundur selangkah, bersiap-siap menendang pintu kamar mandi itu dengan tenaga Gundala. Tapi, sesaat sebelum tendangannya menggelegar, tiba-tiba terdengar suara berwibawa seorang lelaki dari belakang kerumunan.
‘’Sebentar, sebentar, coba beri saya jalan,’’ kata lelaki itu kepada kerumunan.
Begitu lelaki itu muncul menyeruak kerumunan, Amiruddin mengaku langsung menganggapnya sepele. Lelaki itu bukan cuma sudah tua, tapi jalan pun susah. Apa yang bisa dia lakukan untuk membuka pintu terkunci? Maka, ketika lelaki tua yang ternyata sangat ditokohkan oleh para jemaah di lantai lima hotel itu mengangkat tangan untuk berdoa, Amiruddin semakin meremehkannya. ‘’Masa pintu terkunci diselesaikan dengan doa?’’ kata ayah dua anak ini menceritakan kembali kisah yang membuatnya terkesan itu. ‘’Saya sudah gak sabar ingin nendang pintu itu.’’
Tapi sungguh ajaib. Doa masih dibacakan, kedua tangan kyai masih diangkat, ketika tiba-tiba saja pintu kamar mandi yang tadi begitu susah dibongkar petugas hotel terbuka sendiri pelan-pelan. Semua mata yang menyaksikan kejadian itu terbelalak. Maka, ketika semua yang hadir di sana sama membaca ‘’alhamdulillaaaaah,’’ Amiruddin justru berkali-kali mengucapkan ‘’astaghfirullaaah.’’
Polisi terbaik versi Polda Metro Jaya pada 2006 ini sadar bahwa dia baru saja bersikap sombong dengan kekuatan kakinya. Dia lupa kini ia berada di tanah suci. Di kota suci ini, getaran doa sang kyai bisa jadi jauh lebih dahsyat dibanding tendangan kaki polisi.
Saat pintu dibuka lebar-lebar, si nenek ditemukan terduduk lemas. Sambil terus beristighfar, Amiruddin membopong nenek-nenek itu ke tempat tidurnya. ‘’Kalau teringat kejadian tadi siang, saya bergidik. Saya sadar tadi siang saya sudah sombong, padahal ini kan tanah suci,’’ jelas Amiruddin ketika menceritakan kisah itu kepada rekan-rekannya sesama petugas.
Kata ‘’tanah suci’’ yang diungkapkan Amiruddin berkali-kali itu saya garis bawahi. Di tanah suci ini, adalah hak prerogatif Allah untuk menjawab doa-doa, entah itu dibacakan di Raudhah, di ujung Masjid Nabawi, di kaki Gunung Uhud, atau di depan kamar mandi. (*)
Sumber: Buku “Doa Kiai Versus Kaki Polisi” karya Helmi Hidayat.